Selasa, 23 Maret 2010

ULUMUL QUR’AN


  1. Pengertian Ulumul Qur’an

Banyak para ahli mendefinisikan Ulumul Qur’an. Diantara para ahli tersebut adalah:

a. Al Zarqani menyatakan Ulumul Qur’an adalah ilmu-ilmu yang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Al Quranul Karim. Yaitu dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan (tafsir), mukjizat, nasikh mansukhnya, sertaa menolak terhadap hal-hal yang mendatangkan keraguan terhadapnya (Al Qur’an).[1]

b. Imam Assuyuti menyatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang mem bahas seluk beluk Al Qur’an. Diantaranya, yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafadznya, maknanya yang berhubungan dengan hokum, dan lain sebagainya.[2]

c. Muhammad Ali Asshobuni menyatakan bahwa ulumul Qur’an adalah Ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya Al Qur’an, pengumpulannya, susunannya, makiyah dan madaniyahnya, serta mengenai nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mustasyabihnya, dan lain-lain yang sehubungan dengan Al Qur’an.[3]

Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ulumul Quran secara umum dapat didefinisikan, Ilmu yang membahas segala sesuatu terkait Al Qur’an dari berbagai aspek.

  1. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an

Berpijak dari definisi diatas, dapat ditarik pemahaman bahwa rang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an adalah seluruh aspek yang terdapat pada Al Qur’an.

Jika dicermati, definisi diatas juga memperlihatkan bahwa Ulumul Qur’an bersumber pada dua hal, yaitu riwayah (naql) dan rasional. Ilmu-ilmu yang diperoleh melalui riwayat atau naql adalah ilmu yang berhubungan hanya dengan riwayat saja (naql). Seperti ilmu qiraat dan ilmu nuzulul Qur’an. Sedangkan ilmu-ilmu yang berdasarkan dhirayah atau rasional adalah ilmu-ilmu yang Al Quran yang diperoleh melalui tafakur dan ta’amul (penelaahan secara mendalam). Seperti nasakh dan mansukh, muhkam dan mutasyabbih, fawatuh al suwar, mukjizat dan lain-lain.[4]

Abubakar Al-Arabi menyabutkan bahwa Ulumul Quran terdiri atas 77.450 ilmu, sesuai dengan banyaknya kata-kata dalam Al Quran dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al Quran memiliki makna zahir, batin, terbatas dan tak terbatas. Sedangkan Assuyuti dalam kitabnya Al Itqan fi Ulum Al Quran, menyebutkan 80 macam Ilmu AL Quran, bahkan menurutnya jumlah tersebut dapat dibagi hingga mencapai 300 macam atau lebih.[5]

  1. Urgensi Ulumul Qur’an

Al Qur’an merupakan kalam Allah yang berisi petunjuk bagi makhluk. Sehingga merupakan perkara yang penting mempelajarinya. Rasulullah SAW dalam sabdanya menjelaskan betapa pentingnya mempelajari Al Qur’an, artinya :

“kitab Allah memuat cerita orang-orang dan mengabarkan orang-orang sesudah kamu. Ia merupakan hokum diantara kamu dan pemisah (antara yang hak dan yang batil) yang tidak main-main. Barang siapa yang meninggalkan akan dihancurkan Allah, begitu juga sisps saja yang mengambil petunjuk selainnya, akan Dia sesatkan.. ia merupakan tali yang kuat, peringatan Al Hakim, dan jalan yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tergoncang dan lisan tidak akan ceroboh. Ulama’ tidak akan kenyang menggalinya. Keindahannya tidak akan hilang lantaran dibaca berulang-ulang, keajaibannyapun tidak pernah luntur. Manakala ia didengar oleh jin, mereka kan berkata (sesungguhnya kami telah mendengar Qur’an yang menakjubkan, yangh memberikan petunjuk pada (jalan) yang benar…, maka kami beriman kepadanya’.(Q.S Al-Jin: 1). Barang siapa berucap dengannya, maka ia akan benar. Barang siapa menggunakan hukumnya, berarti adil, dan barang siapa yang mengajak kepadanya, akan ditunjukkan jalan yang lurus.” (HR Turmuzi dalam bab Fadhailul Qur’an)[6]

Hadits ini menjelaskan, betapa pentingnya Al Quran bagi manusia, sehingga dikatakan ” Barang siapa yang meninggalkan akan dihancurkan Allah, begitu juga sispa saja yang mengambil petunjuk selainnya, akan Dia sesatkan” selain itu juga menjelaskan betapa luasnya ilmu yang terkandung didalamnya sehingga dikatakan “Ulama’ tidak akan kenyang menggalinya.” Inilah Urgensi Ulumul Qur’an. Karena Ulumul Qur’an membahas mengenai Al Quran dari segala aspeknya.

  1. Perkembangan Ulumul Quran

Pada masa Nabi SAW , khalifah Abu Bakar, dan Umar, ilmu Al-Quran masih diriwayatkan secara lisan. Sampai pada zaman Khalifah Usman dimana orang Arab mulai berguru pada orang-orang non Arab. Pada saat itu Usman memerintahkan kaum muslimin berpegang teguh pada mushaf induk atau mushaf Usmani yang disepakati kesahihannya. Usman juga melakukan upaya memproduksi naskah al-Quran, sehingga beliau telah meletakkan dasar ilmu Rasm al-Quran.

Pada masa khalifah Ali, dikenal sebagai masa peletakkan dasar ilmu i’rab al-Quran karena pada masa ini khalifah Ali memerintahkan Abu al-Aswad al-Dauli untuk meletakkan kaidah-kaidah bahasaArab.

Pada perkembangan Ulumul Quran abad pertama hingga keempat hijriyah, para tokoh hanya membahas Ulumul Quran secara terpisah-pisah.[7] Yaitu membahas uluml qur’an pada perinciannya. Seperti ilmu tafsir, asbabunnuzul, dan sebagainya.. Para tokoh yang masyhur pada zaman ini adalah Sufyan al-Tsauri, Sufyan ibn Uyainah, Waqi’ ibn al-Jarrah mereka adalah ulama tafsir pada abad ke-2. Pada abad ke-3 yang termashur adalah Muhammad ibn Jarir al-Tabhari yang menyusun kitab tafsir yang bermutu karena memuat hadist-hadist sahih. Pada abad ke-4 lahir beberapa kitab Ulumul Qur’an, seperti : Ajaa’ib Ulum Al Qur’an karya Abubakar Muhammad Al Anbari, Al Mukhtazan fi Ululumil Quran karya Abu Hasan AL Asy’ari, Gharib AL Qur’an karya ABubakar Al Sajastani, dan masih banyak yang lainnya.

Mulai abad kelima sampai ke delapan merupakan masa pengumpulan bagian-bagian dari Ulum Al Qur’an dalam satu kitab. Ini diawali dari munculnya tokoh Ali bin Ibrahim bin Saad Al Hufi dengan karyanya Al Burhan fi Ulum AL Quran. Perkembangan Ulum Al Qur’an seolah-olah mencapai puncaknya setelah wafatnya Jalal al-Din Assayuti. Pada masa ini meluas sikap taklid pada umat Islam. Sehingga tidak ada penulis yang memiliki kemampuan seperti As Sayuti.

Penghujung abad ketiga belas hingga saat ini, perhatian Ulama’ terhadap Ulum Al Qur’an bangkit kembali. Pada masa ini pembahasan Ulum Al Qur’an tidak hanya terbatas pada cabang-cabang Ulum Al Qur’an yang ada sebelumnya, melainkan telah berembang misalnya penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa asing.disamping itu telah disusun berbagai kitab Ulum Al Qur’an, diantaranya Tahir Al Jazair dengan kitabnya Al Tibyan fi Ba’d Al Mabahits Al Muta’aliqah bil Al Qur’an. Muhammad Ali Salamah menyusun kitab manhaj al Furqan fi Ulum Al Qur’an. Kemudian disusul Muhammad abdul Al Azim dengan bukunya Manabil Al Irfan fi Ulum Al Qur’an. Dan subhi Shalih menyusun kitab Mabahis fi Ulum Al Qur’an.[8]

Kitab-kitab lain yang lahir pada masaini adalah Mabahis fi Ulum Al Qur’an, karya Mana’ Al Qattan. Al Tibyan fi ulum Al Qur’an, karya Ali Asshabuni. Ulum Al Qur’an walhadits, karya Ahmad Muhammad Ali Daud. Dalam bahasa Indonesia disebut juga Hasbi Assidiqi dengan karyanya Ilmu-ilmu Alqur’an.[9]

Oleh : Adib Hasani



[1] Abu Anwar. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Amzah. 2002. Hal 4

[2] Ibid hal 4

[3] Ibid hal 5

[4] Abu Anwar. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Amzah. 2002. Hal 6

[5] Said Agil Husain Al Munawar. Al Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan. Jakarta : Ciputat press. Hal 6

[6] Mahmud Ali Asshabuni. Ikhtisar Ulumul Qur’an. Jakarta : Pustaka Amani hal 2

[7] Said Agil Husen Munawwar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Yogyakarta: Ciputat Pres, 2003, hal. 10

[8] Said Agil Husen Munawwar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Yogyakarta: Ciputat Pres, 2003, hal. 11

[9] Ibid hal 12